Penerapan ASEAN Economic Community
(AEC) 2015 sudah di ambang pintu. Untuk mempromosikan potensi AEC, KBRI
Bern telah memprakarsai kerja sama dengan Foraus, suatu lembaga think tank
berbasis keanggotaan individu yang menyoroti politik luar negeri Swiss.
Kegiatan yang didukung pula oleh kedutaan besar negara-negara ASEAN
untuk Konfederasi Swiss tersebut berupa forum diskusi dengan topik “ASEAN Economic Community in 2015: What it means for Switzerland-Prospect and Chalenges for Better Cooperation”, pada Selasa (14/05) bertempat di ruang Kuppelraum, Universitas Bern, Swiss.
Acara yang dibuka oleh Maximilian Stern dari Foraus tersebut menampilkan pembicara Prof. Jean-Pierre Lehmann, Professor Emeritus Politik Ekonomi Internasional dari IMD, Lausanne; Dr. Urs Lustenberger, Presiden Kamar Dagang Swiss-Asia; dan Leo Trembley, Koordinator Regional, Divisi Asia Pasifik Departemen Luar Negeri Swiss.
Dalam
presentasinya, Prof. Lehmann yang juga merupakan salah satu pendiri
Evian Grup, memberikan gambaran dan data mengenai potensi ekonomi ASEAN
yang kerap tertutupi oleh kecepatan pertumbuhan ekonomi raksasa
tetangganya, China. Masyarakat dunia pada umumnya
mengabaikan bahwa kemajuan ekonomi suatu negara atau kawasan tidak hanya
tergantung dari kecepatan pertumbuhan tetapi sangat tergantung pula
dari kesinambungan pertumbuhan ekonominya. Menarik untuk dilihat bahwa
dalam kurun waktu antara 1950-2005, hanya terdapat 13 negara/kesatuan
politik yang memiliki kesinambungan pertumbuhan sebesar 7% dalam 25
tahun, dimana 8 berada di Asia. Dari kedelapan kesatuan politik
tersebut, 4 adalah negara anggota ASEAN yakni: Indonesia, Malaysia,
Singapura, dan Thailand. Menarik pula pernyataan Prof. Lehmann yang
menyatakan bahwa pihaknya tidak melihat adanya pelajaran yang bisa
diambil ASEAN dari Uni Eropa, mengingat karakter keanggotaan ASEAN yang
jauh berbeda dengan UE, dimana terdapat perbedaan budaya dan demografi,
perbedaan sistem politik dan ekonomi, maupun perkembangan sejarah masa
kini dari negara-negara ASEAN. ASEAN bukan suatu melting pot, tetapi kumpulan negara yang hidup dan bertumbuh bersama secara damai (peaceful coexistence).
Dr.
Urs Lustenberger sebagai pebisnis, menyoroti ASEAN sebagai tujuan
investasi yang sangat menarik. Berbeda dengan di China, berinvestasi di
kawasan ASEAN tidak membutuhkan dana yang besar namun dapat menghasilkan
keuntungan yang berlipat ganda. Hal ini sangat sesuai dengan ciri-khas
Ekonomi Swiss yang kuat dan bertumpu pada Usaha Kecil dan
Menengah. Ia juga menyinggung resiko investasi dalam suatu negara
raksasa seperti China, sekiranya terjadi guncangan politik.
Membandingkan kawasan ASEAN dengan Eropa, Dr. Lustenberger menyatakan
bahwa saat ini harapan untuk pertumbuhan ekonomi jauh lebih besar di
kawasan ASEAN dibandingkan dengan Eropa, antara lain karena keragaman
potensi masing-masing negara, serta dinamika demografi yang memiliki
prosentasi usia produktif maupun pasar yang sangat besar.
Leo
Trembley membandingkan perkembangan sejarah pembentukan Swiss dengan
ASEAN yang masih terus berlangsung hingga saat ini. Disampaikannya bahwa
dalam perkembangannya sistem konfederasi Swiss terbentuk dari
negara-negara bagian (kanton) yang menyatakan kesediaan untuk menjadi
satu negara, seperti layaknya negara-negara anggota ASEAN menyatakan
kesediaan untuk mengikatkan diri pada ASEAN. Kesamaan proses ini mungkin
dapat menjadi rujukan bagi pengembangan ASEAN. Swiss melihat besarnya
potensi ekonomi maupun politik dari ASEAN dan siap untuk bekerja sama di
berbagai bidang, termasuk berbagi pengalaman maupun tukar menukar
informasi dan know how guna kemajuan bersama.
Dalam
forum tanya jawab, moderator Dominique Ursprung memberikan kesempatan
kepada lima Duta Besar negara-negara ASEAN yang hadir-- Indonesia,
Malaysia, Filipina, Thailand, dan Vietnam untuk menjawab pertanyaan
peserta seminar yang terdiri dari kalangan bisnis, akademis serta
pemerintahan Swiss. Pertanyaan berkisar tentang kesiapan ASEAN menuju
AEC 2015, termasuk kesiapan negara-negara anggotanya.
Acara
diakhiri dengan resepsi dengan menghidangkan berbagai penganan khas
masing-masing negara ASEAN. Antusiasme peserta terhadap topik diskusi
tetap tampak, dimana para peserta melanjutkan tukar pikiran dengan para
pembicara maupun para duta besar ASEAN.
Acara
ini merupakan salah satu upaya KBRI untuk mempromosikan ASEAN sebagai
suatu organisasi regional yang masih kurang dikenal di Swiss. Kerja sama
dengan Foraus sendiri dinilai tepat sasaran, mengingat anggota Foraus
adalah anggota masyarakat madani yang berusia antara 25-35 tahun, yang
merupakan pemimpin masa depan Swiss. Pengenalan dan kedekatan terhadap
ASEAN oleh kalangan ini merupakan investasi politik yang diharapkan
dapat membuahkan hasil di masa datang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar